Pengertian Manqul
MANQUL itu bahasa arab berasal dari kata naqola (نقل).
Manqul secara harfiyah artinya yang dipindahkan, maksudnya adalah belajar mengaji Al Qur’an dan Al Hadits dengan cara berguru atau ilmu Qur’an dan Hadits yang dimiliki seseorang itu diperoleh melalui proses pemindahan ilmu dari guru kepada murid. Adapun sistem manqul ada beberapa macam cara, berikut adalah macam-macam sistem manqul, mulai dari derajat yang tertinggi:
1. Guru yang membaca, murid yang mendengarkan (السّماع من لفظ الشّيخ)
2. Murid yang membaca, Guru yang mendengarkan (العرض على اشّيخ)
3. Guru menyerahkan ilmunya / kitabnya kepada murid untuk menyampaikan (المناولة)
4. Guru mengirim surat yang berupa Qur’an dan Hadits kepada muridnya untuk disampaikan (المكا تبة)
5. Guru memberi haq / wewenang baik dengan ucapan atau tulisan kepada muridnya untuk menyampaikan ilmu guru tersebut (إجازة الرّواية)
Dalil yang mendasari pada pengambilan ilmu secara manqul adalah sebagaimana Firman Allah SWT:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Bertanyalah kepada Ahli dzikir (Ahli ilmu), jika kamu tidak mengetahui”. (Qs. Al Anbiya: 7)
Rasulullah SAW bersabda,
تسمعون ويسمع منكم ويسمع ممن سمع مبكم
“Kamu mendengarkan dan akan didengar dari kamu dan orang yang telah mendengar dari kamu akan didengar pula”. (HR. Abu Daud)
Begitu pentingnya dan wajibnya mengambil ilmu dari ahlinya (secara Manqul), Rasulullah menghukumi orang yang menyampaikan ilmu agama dengan pemikirannya sendiri…. meskipun yang disampaikan itu pengertiannya benar, maka Hukumnya SALAH…!!! bayangkan, Benarnya saja dihukumi SALAH.
من قال في كتاب الله عزّ وجلّ برأيه فٱصاب فقد ٱخطٱ
“Barang siapa yang mengucapkan (membaca atau menerangkan) kitab Allah yang Maha Mulia lagi Maha Agung dengan pendapatnya (tidak manqul) lantas benar, maka sungguh ia telah salah”.(HR. Abu Daud)
Bahkan, orang yang memahami Ilmu agama dengan Ro’yu (pendapatnya), diancam masuk neraka, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
من قال في القرآن بغير علم فليتبوأ مقعده من النار
“Barang siapa membaca Al Quran tanpa ilmu (tidak manqul) maka hendaklah menempati tempat duduknya di Neraka” (HR. Tirmidzi)
B. PENGERTIAN MUSNAD
MUSNAD artinya bersandar atau berguru, maksudnya ilmu yang diberikan itu melalui sanad/isnad (Sandaran guru) yang shohih. (Seorang guru menyampaikan ilmu dengan sandaran guru yang telah memanqulkan ilmu itu kepadanya, gurunya guru dari gurunya lagi dan seterusnya).
- Abdullah bin Mubarak, Berkata:
(الإسناد من الدّين ولولا الإسناد لقال من شاء ما شاء (رواه مسلم في المقدمة
“Isnad itu termasuk agama, dan seandainya tidak ada isnad maka orang akan berkata (urusan Agama) apa yang dia kehendaki (sesuka hatinya)”.
- Sufyan Atz-Tzauriy berkata:
الإسناد سلاح المؤمن ، إۤذا لم يكن معه سلاح فبٱيّ شيء يقاتل
(في قواعد التحديث من فنون مصطلح)
“Isnad itu senjatanya orang iman, ketika tidak ada senjata bersamanya maka dengan apa dia berperang?”.
- Di dalam kitab هداية القاري للمو ضفي seorang penyair mengatakan:
من يأخذ العم عن شيخ مشافهة __ يكن عن الزّيغ والتّصحيف في حرم
ومن يكن آخذا للعلم من كتب __ فعلمة عند أهل العلم كا لعدم
“barang siapa mengambil ilmu dari seorang guru dengan cara musyafahah (manqul langsung) __ maka dia tercegah dari penyimpangan dan kesalahan.
dan barang siapa mengambil ilmu dari beberapa kitab (tidak berguru) __ maka ilmunya menurut ahli ilmu sebagaimana sesuatu yang tidak ada.”
C. PENGERTIAN MUTTASHIL
MUTTASHIL artinya bersambung, maksudnya masing-masing Isnad/sanad punya guru yang terus bersambung sampai kepada Rasulullah SAW.
Jadi, Manqul-musnad-muttashil artinya mengkaji Qur’an atau hadits kepada seorang atau beberapa orang guru dan gurunya tersebut menerima Qur’an dan Hadits dari gurunya dan gurunya menerima dari gurunya lagi, sambung bersambung tanpa terputus sampai Rasulullah SAW, Cara inilah yang telah dipraktekkan oleh Rasulullah SAW, para Shahabat, para tabi’in dan para ulama sholihin.
Berikut contoh pentingnya pengambilan ilmu secara manqul, musnad dan muttashil yang diterapkan Rasulullah, Shahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in dan Ulama-ulama terdahulu:
- Ketika Allah menurunkan wahyu yang pertama kali (Surat Al ‘Alaq), Malaikat Jibril membacakan lafal اِقْرَأْ maka Rasulullah SAW juga menirukan lafal إِقْرَٱْ. (Praktek manqul 1 dan 2)
- Khalifah Umar bin Khatthab ketika mendengar suatu hadits dari seorang sahabat Rasulullah SAW, maka beliau memerintahkan terhadap Shahabat tersebut untuk mendatangkan saksi yang membenarkan dan memperkuat hadits tersebut.
- Khalifah Ali bin Abi Thalib ketika mendengar sebuah hadits dari Shahabat Rasulullah SAW selain Abu Bakar As-Shidiq maka beliau mengambil sumpah kepada Shahabat tersebut bahwa dia benar-benar telah mendengar hadits itu dari Rasulullah SAW.
- Shahabat Jabir bin Abdillah rela melakukan perjalanan selama satu bulan untuk menemui Abdullah bin Unais hanya untuk mendapatkan satu hadits saja. (Pentingnya ber-Isnad)
- Imam Syafi’i memerlukan datang ke Madinah untuk menjumpai Imam Malik, untuk mengesahkan ilmunya (Kitab Karya Imam Malik (Muwatho’)) yang telah dihafal sebelumnya dengan manqul langsung. beliau yang membaca kitab Muwatho’ secara hafalan dan Imam Malik diam mendengarkannya.
- Sufyan bin Uyainah pernah bercerita: pada suatu hari Imam Az-Zuhriy (perowi hadits) meriwayatkan sebuah hadits, maka aku bertanya kepadanya, “Ceritakan padaku dengan tanpa isnad…..” Imam Az-Zuhriy menjawab, “Apakah engkau bisa naik loteng tanpa naik tangga?”.
- Abul ‘Aliyah berkata, “Kami mendengar suatu riwayat hadits di kota Bashrah dari Sahabat Rasulullah SAW, maka kami tidak puas sehingga kami berkendaraan menuju kota Madinah kemudian kami mendenngarkannya langsung dari lisan mereka.”
Sedangkan mengkaji Qur’an atau Hadits tanpa Manqul-Musnad-Muttashil atau dengan Ro’yi (Pendapatnya sendiri), seperti membaca terjemahan Qur’an atau Hadits kemudian memahaminya sendiri tanpa bimbingan dari guru yang mempunyai isnad dan Muttashil DILARANG dalam agama dan diancam dimasukkan ke dalam Neraka, berarti hukumnya HARAM. berdas rkan sabda Rasulullah SAW:
اتّقوا الحديث عنّي إلّا ما علمتم، فمن كذب عليّ متعمّدا فليتبوّأ مقعده من النّار، ومن قال في القران برأيه فليتبوّأ مقعده من النّار(رواه الترمذي في أبواب تفسير القرٱن )
“Takutlah kalian (meriwayatkan) hadits dariku kecuali apa-apa yang telah kalian ketahui, maka barang siapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka hendaklah menempati tempat duduknya dari neraka, dan barang siapa mengucapkan (membaca dan menerangkan) Al Qur’an dengan Ro’yinya (tidak manqul) maka hendaklah menempati tempat duduknya dari neraka.” (HR. Tirmidzi)
Komentar
Posting Komentar