Belajar Manqul
Semua ajaran Nabi Muhammad shalallohu alaihi wasallam, berupa ucapan atau amalan tidak muncul dari dalam pikiran beliau. Rasulullah s.a.w. mendapatkan ilmu Quran TIDAK dengan menelaah sendiri, membaca sendiri, atau memahami sendiri melainkan beliau berguru pada Malaikat Jibril. Metode mencari ilmu dengan cara berguru, menuqil, menduplikasi ilmu dari guru kepada murid ini disebut Manqul atau Naqli (menuqil).
Surah Al-Qiyamah ayat 16-19 menggambarkan bagaimana Rasulullah s.a.w. berguru kitab Al-Quran kepada Malaikat Jibril.
لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ (16) إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ (17) فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ (18) ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ (19)
”Janganlah engkau gerakkan lisanmu (mendahului Malaikat jibril) untuk membaca Al-Quran karena tergesa-gesa dengan bacaan. Sesungguhnya tanggungjawabKu (Allah) kumpulan Quran dan bacaannya. Maka ketika Kami telah selesai membacanya maka ikutilah bacaannya. Kemudian sesungguhnya pada kami penjelasan Quran itu”.
[Surah Al-Qiyaamah (75) ayat 16-19]
Syarat utama belajar agama sistem manqul yaitu ada guru dan ada murid. Guru berbicara, murid mendengarkan dan memahami. Bisa pula murid yang membaca dan gurunya yang menyimak. Guru yang memberi ilmu disebut Naqil (Orang yang memangkulkan).
Manqul adalah cara mencari ilmu yang dipraktekkan oleh Rasulullah s.a.w., para Sahabat, para tabi’in, para ahli Hadist dan para Ulamausholihin. Silsilah/ urut-urutan/ mata rantai guru sambung bersambung mulai Rasulullah s.a.w. hingga saat ini disebut Sanad.
2658 – حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَبْدِ المَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، يُحَدِّثُ عَنْ أَبِيهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِي فَوَعَاهَا وَحَفِظَهَا وَبَلَّغَهَا، فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ»
… Nabi s.a.w. bersabda: “Semoga Allah mencerahkan orang yang mendengar ucapanku, memahaminya, menghafalnya lalu menyampaikannya (kepada orang lain) … al-hadist”
[Hadist Sunan Termizi No. 2658 Abwabul Ilmi]
3659 – حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ، وَعُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، قَالَا: حَدَّثَنَا جَرِيرٌ [ص:322]، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «تَسْمَعُونَ وَيُسْمَعُ مِنْكُمْ وَيُسْمَعُ مِمَّنْ سَمِعَ مِنْكُمْ»
__________
[حكم الألباني] : صحيح
… Rasulullah s.a.w. bersabda: “Kalian mendengarkanlah, dan akan didengar dari kalian dan orang-orang yang telah mendengarkan dari kamu akan didengar”.
[Hadist Sunan Abi Dawud No. 3659 Kitabul Ilmi]
Setiap hadist yang ditulis para Muhaditsin dalam Kitab-kitab Hadist (Bukhari, Muslim dll) menyebutkan sanad / urut-urutan guru yang bersambung (mutasil) sampai Rasulullah s.a.w. Ini menunjukkan betapa pentingnya menyandarkan Ilmu Agama (Quran dan Hadist) pada sanad yang bersambung sampai pada Nabi. Satu saja dari guru-guru / perawi itu bila diketahui kurang terpercaya atau pernah berdusta maka status hadistnya menjadi dhaif / lemah.
Sahabat Abdullah bin Mubarak meriwayatkan dalam Muqodimah Hadist Shahih Muslim: “Isnad adalah bagian dari agama, apabila tidak ada isnad maka orang akan berkata sesuka hatinya”.
وَحَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ قُهْزَاذَ مِنْ أَهْلِ مَرْوَ، قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَانَ بْنَ عُثْمَانَ يَقُولُ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللهِ بْنَ الْمُبَارَكِ، يَقُولُ: «الْإِسْنَادُ مِنَ الدِّينِ، وَلَوْلَا الْإِسْنَادُ لَقَالَ مَنْ شَاءَ مَا شَاءَ»
Seseorang yang membaca dan memahami ayat-ayat Al-Quran atau Hadist-hadist Sunnah Nabi tanpa bimbingan guru berarti ia mereka-reka menurut logikanya sendiri maka pemahaman yang ia perolehpun berasal dari akal/fikiran atau pendapat/royi sendiri.
Mempelajari ilmu agama dengan pendapat (royi) sendiri tanpa guru walaupun pengertiannya benar sesuai tuntunan Nabi, hukumnya adalah salah dan diancam NERAKA. Coba perhatikan peringatan Nabi berikut ini:
2952 – حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ قَالَ: حَدَّثَنَا حَبَّانُ بْنُ هِلَالٍ قَالَ: حَدَّثَنَا سُهَيْلُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ وَهُوَ ابْنُ أَبِي حَزْمٍ، أَخُو حَزْمٍ القُطَعِيِّ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو عِمْرَانَ الجَوْنِيُّ، عَنْ جُنْدَبِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ قَالَ فِي القُرْآنِ بِرَأْيِهِ فَأَصَابَ فَقَدْ أَخْطَأَ» … الحديث
… Rasulullah s.a.w. bersabda: “Barangsiapa berkata dalam Al-Quran dengan pendapatnya dan benar maka sungguh sungguh ia salah”…al-hadist
[Hadist Sunan Termizi No. 2952 Abwabul Tafsir Qur’an]
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، حَدَّثَنِي عَبْدُ الْأَعْلَى، هُوَ ابْنُ عَامِرٍ الثَّعْلَبِيُّ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” مَنْ قَالَ فِي الْقُرْآنِ بِرَأْيِهِ، أَوْ بِمَا لَا يَعْلَمُ، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ “
… Nabi s.a.w. bersabda: “Barang siapa mengatakan dalam Quran dengan pendapatnya atau dengan apa-apa yang mereka tidak tahu maka sebaiknya ia duduk ditempat duduknya dari api”.
[Tafsir Ibnu Katsir]
Bagaikan air sumber pegunungan yang mengalir masuk ke sungai maka TIDAK BISA TIDAK, pasti tercemar oleh polutan dan kotoran sehingga tidak bisa terjaga kebersihan dan kemurniannya. Begitu juga ilmu agama tanpa mangkul, PASTI banyak disisipi pendapat pribadi, dicampuri nilai-nilai lokal, dikotori oleh pemikiran-pemikiran jahiliyah dan akidah-akidah non-Islam yang justru berlawanan dengan ajaran Rasulullah salallohu ‘alahi wasalam. Tanpa mangkul ilmu Agama menjadi rentan dan rawan disusupi faham dan kepentingan orang-orang hasut yang ingin merusak Islam.
Dengan mangkul yang bersandar pada sanad, Islam akan terjaga kemurnian dan kesuciannya. Mangkul menjamin kemurnian agama Islam karena Islam disalurkan lewat pipa tertutup yang steril bebas dari polutan dan kotoran sehingga sampai ke rumah-rumah tetap jernih dan bersih.
Surah Al-Qiyamah ayat 16-19 menggambarkan bagaimana Rasulullah s.a.w. berguru kitab Al-Quran kepada Malaikat Jibril.
لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ (16) إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ (17) فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ (18) ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ (19)
”Janganlah engkau gerakkan lisanmu (mendahului Malaikat jibril) untuk membaca Al-Quran karena tergesa-gesa dengan bacaan. Sesungguhnya tanggungjawabKu (Allah) kumpulan Quran dan bacaannya. Maka ketika Kami telah selesai membacanya maka ikutilah bacaannya. Kemudian sesungguhnya pada kami penjelasan Quran itu”.
[Surah Al-Qiyaamah (75) ayat 16-19]
Syarat utama belajar agama sistem manqul yaitu ada guru dan ada murid. Guru berbicara, murid mendengarkan dan memahami. Bisa pula murid yang membaca dan gurunya yang menyimak. Guru yang memberi ilmu disebut Naqil (Orang yang memangkulkan).
Manqul adalah cara mencari ilmu yang dipraktekkan oleh Rasulullah s.a.w., para Sahabat, para tabi’in, para ahli Hadist dan para Ulamausholihin. Silsilah/ urut-urutan/ mata rantai guru sambung bersambung mulai Rasulullah s.a.w. hingga saat ini disebut Sanad.
2658 – حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَبْدِ المَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، يُحَدِّثُ عَنْ أَبِيهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِي فَوَعَاهَا وَحَفِظَهَا وَبَلَّغَهَا، فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ»
… Nabi s.a.w. bersabda: “Semoga Allah mencerahkan orang yang mendengar ucapanku, memahaminya, menghafalnya lalu menyampaikannya (kepada orang lain) … al-hadist”
[Hadist Sunan Termizi No. 2658 Abwabul Ilmi]
3659 – حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ، وَعُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، قَالَا: حَدَّثَنَا جَرِيرٌ [ص:322]، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «تَسْمَعُونَ وَيُسْمَعُ مِنْكُمْ وَيُسْمَعُ مِمَّنْ سَمِعَ مِنْكُمْ»
__________
[حكم الألباني] : صحيح
… Rasulullah s.a.w. bersabda: “Kalian mendengarkanlah, dan akan didengar dari kalian dan orang-orang yang telah mendengarkan dari kamu akan didengar”.
[Hadist Sunan Abi Dawud No. 3659 Kitabul Ilmi]
Setiap hadist yang ditulis para Muhaditsin dalam Kitab-kitab Hadist (Bukhari, Muslim dll) menyebutkan sanad / urut-urutan guru yang bersambung (mutasil) sampai Rasulullah s.a.w. Ini menunjukkan betapa pentingnya menyandarkan Ilmu Agama (Quran dan Hadist) pada sanad yang bersambung sampai pada Nabi. Satu saja dari guru-guru / perawi itu bila diketahui kurang terpercaya atau pernah berdusta maka status hadistnya menjadi dhaif / lemah.
Sahabat Abdullah bin Mubarak meriwayatkan dalam Muqodimah Hadist Shahih Muslim: “Isnad adalah bagian dari agama, apabila tidak ada isnad maka orang akan berkata sesuka hatinya”.
وَحَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ قُهْزَاذَ مِنْ أَهْلِ مَرْوَ، قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَانَ بْنَ عُثْمَانَ يَقُولُ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللهِ بْنَ الْمُبَارَكِ، يَقُولُ: «الْإِسْنَادُ مِنَ الدِّينِ، وَلَوْلَا الْإِسْنَادُ لَقَالَ مَنْ شَاءَ مَا شَاءَ»
Seseorang yang membaca dan memahami ayat-ayat Al-Quran atau Hadist-hadist Sunnah Nabi tanpa bimbingan guru berarti ia mereka-reka menurut logikanya sendiri maka pemahaman yang ia perolehpun berasal dari akal/fikiran atau pendapat/royi sendiri.
Mempelajari ilmu agama dengan pendapat (royi) sendiri tanpa guru walaupun pengertiannya benar sesuai tuntunan Nabi, hukumnya adalah salah dan diancam NERAKA. Coba perhatikan peringatan Nabi berikut ini:
2952 – حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ قَالَ: حَدَّثَنَا حَبَّانُ بْنُ هِلَالٍ قَالَ: حَدَّثَنَا سُهَيْلُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ وَهُوَ ابْنُ أَبِي حَزْمٍ، أَخُو حَزْمٍ القُطَعِيِّ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو عِمْرَانَ الجَوْنِيُّ، عَنْ جُنْدَبِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ قَالَ فِي القُرْآنِ بِرَأْيِهِ فَأَصَابَ فَقَدْ أَخْطَأَ» … الحديث
… Rasulullah s.a.w. bersabda: “Barangsiapa berkata dalam Al-Quran dengan pendapatnya dan benar maka sungguh sungguh ia salah”…al-hadist
[Hadist Sunan Termizi No. 2952 Abwabul Tafsir Qur’an]
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، حَدَّثَنِي عَبْدُ الْأَعْلَى، هُوَ ابْنُ عَامِرٍ الثَّعْلَبِيُّ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” مَنْ قَالَ فِي الْقُرْآنِ بِرَأْيِهِ، أَوْ بِمَا لَا يَعْلَمُ، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ “
… Nabi s.a.w. bersabda: “Barang siapa mengatakan dalam Quran dengan pendapatnya atau dengan apa-apa yang mereka tidak tahu maka sebaiknya ia duduk ditempat duduknya dari api”.
[Tafsir Ibnu Katsir]
Bagaikan air sumber pegunungan yang mengalir masuk ke sungai maka TIDAK BISA TIDAK, pasti tercemar oleh polutan dan kotoran sehingga tidak bisa terjaga kebersihan dan kemurniannya. Begitu juga ilmu agama tanpa mangkul, PASTI banyak disisipi pendapat pribadi, dicampuri nilai-nilai lokal, dikotori oleh pemikiran-pemikiran jahiliyah dan akidah-akidah non-Islam yang justru berlawanan dengan ajaran Rasulullah salallohu ‘alahi wasalam. Tanpa mangkul ilmu Agama menjadi rentan dan rawan disusupi faham dan kepentingan orang-orang hasut yang ingin merusak Islam.
Dengan mangkul yang bersandar pada sanad, Islam akan terjaga kemurnian dan kesuciannya. Mangkul menjamin kemurnian agama Islam karena Islam disalurkan lewat pipa tertutup yang steril bebas dari polutan dan kotoran sehingga sampai ke rumah-rumah tetap jernih dan bersih.
Komentar
Posting Komentar